Search

Rabu, 22 Juni 2011

Kunci Ketenangan Batin

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE AR-SA MicrosoftInternetExplorer4

“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. ath-Thalaq [65] : 7)

Tidak ada penderitaan dalam hidup ini, kecuali orang yang membuat dirinya sendiri menderita. Tidak ada kesulitan sebesar dan seberat apa pun di dunia ini, kecuali hasil dari buah pikirannya sendiri.

Terserah kita, mau dibawa kemana kehidupan kita ini. Mau dibawa sulit, niscaya segalanya akan menjadi sulit. Jika kita memilih jalan ini, maka silahkan, persulit saja pikiran ini. Mau dibawa rumit, pastilah hidup ini akan senantiasa terasa rumit pastilah hidup ini akan senantiasa terasa rumit. Perumitlah terus pikiran kita bila memang jalan ini yang paling disukai. Toh, semua akan tampak hasilnya dan, tidak bisa tidak, hanya kita sendiri yang harus merasakan dan menanggung akibatnya.

Saya memiliki sebuah cerita;

Ada sebuah bis angkutan dari Pontianak menuju Singkawang, didalam bis tersebut terdapat seorang pria yang kentut (buang angin) didalam bis. Untungnya kentut tersebut tidak mengeluarkan suara namun mengeluarkan bau yang luar biasa busuknya, sehingga beberapa penumpang lainnya celoteh tak menentu dan mengumpat si tukang kentut. Lalu si kernet bertanya kepada para penumpang, agar mau mengaku siapa yang kentut, berulang-ulang kali si kernet bertanya namun tak ada satupun yang mengakui. Hingga akhirnya bis tiba di terminal Singkawang, para penumpang mulai turun. Si kernet bis penasaran dengan tukang ulah (kentut) tadi, maka setelah semua para penumpang turun, si kernet langsung berteriak keras “Woi…. yang tadi kentut belum bayar…”. Ternyata taktik si kernet membuahkan hasil, dengan segera si tukang kentut tadi menyahut tuduhan si kernet dengan menjawab “Nyaman yak, aku udah bayar ye..”. Nah ketahuanlah siapa si tukang ulah tadi.

Dari cerita diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa, si tukang ulah tadi memilih berdiam diri tidak mengakui kesalahannya. Sebenarnya kentut tidaklah dapat disalahkan, karena dengan kentut maka Rp 5 juta lewat. Kenapa demikian? Karena jika tidak dapat kentut maka masuk rumah sakit dan mengeluarkan uang kurang lebih Rp 5 juta itu tadi. Namun pilihan si kentut tadi berdiam diri merupakan kesalahan, karena selain menyiksa para penumpang dengan menghirup udara busuk dan juga si kentut tadi telah mendapatkan sumpah serapah dari penumpang.

Akan tetapi, sekiranya kehidupan yang terasa sempit menghimpit hendak dibuat mejadi lapang, segala tampak rumit berbelit hendaknya dibuat menjadi sederhana, dan segala yang kelihatannya buram, kelabu, bahkan pekat gulita, hendaknya dibuat menjadi bening dan terang benderang, maka cobalah rasakan dampaknya.

Ternyata dunia ini tidak lagi tampak mengkerut, sempit menghimpit, dan carut marut. Memandang kehidupan ini terasa seperti berdiri di puncak menara lalu seperti berdiri di puncak menara lalu menatap langit biru nan luas membentang bertaburkan bintang gemintang, dengan semburat cahaya rembulan yang lembut menebar, menjadikan segalanya tampak lebih indah, lebih lapang, dan amat mengesankan. Allahu Akbar!

Memang,

“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri”. (QS. Yunus [10] : 44).

Kunci ketengan hati

1. Kendalikan Suasana Hati

Kuncinya ternyata terletak pada keterampilan kita dalam mengendalikan hati. Bagaimana caranya? Salah satu cara yang paling efektif adalah manakala berhubungan dengan sesama manusia, jangan sekali-kali kita sibuk mengingat-ingat kata-katanya yang pernah terdengar menyakitkan. Jangan pula kita sibuk membayangkan raut mukanya yang sedang marah dan sinis, yang pernah dilakukannya di hari-hari yang telah lalu.

Begitu hati dan pikiran kita mulai tergelincir ke dalam perasaan seprti itu, cepat-cepatlah kendalikan. Segera, alihkan suasana hati ini dengan cara mengenang segala kebaikan yang pernah dilakukannya.

Bertambah dewasa ternyata tidak cukup hanya dengan bertambahnya umur, ilmu ataupun pangkat dan kedudukan. Kita bertambah dewasa justru ketika mampu mengenali hati dan mengendalikannya dengan baik. Inilah sesungguhnya kunci terkuaknya ketenangan batin.

Oleh sebab itu, kita harus benar-benar memiliki waktu dan kesungguhan untuk bisa memperhatikan gerak-gerik dan perilaku hati ini. Jangan-jangan kita sudah sombong tanpa kita sadari, jangan-jangan kita sudah memusnahkan pahala amal-amal yang pernah dilakukan tanpa kita sadari. Apabila ini terjadi, maka apalagi kekayaan yang bisa menjadi bekal kepulangan kita ke akhirat nanti? Bukankah segala amal yang kita perbuat itu – adakah ia tergolong amal salih atau amal salah – justru tergantung pada kalbu ini?

2. Niat yang Ikhlas

Sekiranya kita belum mampu melakukan amal-amal besar, tidakkah lebih baik memelihara amal-amal yang mungkin tampak kecil dan sepele dengan cara terus-menerus menyempurnakan dan memelihara niat agar senantiasa ikhlas dan benar? Inilah yang justru akan membuahkan ketenangan batin, sehingga insya Allah akan membuahkan pula suasana kehidupan yang sejuk, lapang, indah dan mengesankan.

Besar atau kecil suatu amalan yang dikerjakan dalam hidup ini, sekiranya didasari hati yang ikhlas seraya diiringi niat dan cara yang benar, niscaya akan melahirkan sikap ihsan. Yakni, kita akan selalu merasakan kehadiran Allah dalam setiap gerak-gerik, sehingga dalam setiap denyut nadi, kita akan selalu teringat kepadaNya.

Inilah kondisi yang akan membuat hati selalu merasakan kesejukan dan ketentraman. “Alaa bi dzikrillaahii tatma’inul qulub” (QS ar-Ra’d : 28), demikianlah Allah telah memberikan jamianan. Ingat, dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram!