Search

Sabtu, 30 Juni 2012

Taubat


Syaikh Abu ‘Abdillah Al-Harits ibn Asad Al-Muhasibi r.a. bertanya kepada gurunya, Abu Ja’far Muhammad ibn Musa r.a.[1] “Wahai Abu Ja’far – semoga Allah selalu mencurahkan rahmat kepadamu – apa yang pertama harus aku lakukan untuk sampai kepada Allah?”
Dia menjawab, “Kembali kepada Allah, sebagaimana yang telah dikehendaki-Nya.”
Aku bertanya, “Apa makna kembali kepada Allah?”
Dia menjawab, “Bertaubat, wahai anakku, sebagaimana yang dijelaskn oleh Sa’id ibn Jubair[2] ketika menjelaskan firman Allah, Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang kembali (QS.al-Isra’ [17] : 25). Sa’id ibn Jubair berkata, maksud orang-orang yang kembali adalah yang bertaubat kepada Allah.”
Aku bertanya, “Apa makna taubat?”
Dia bertanya, “Taubat adalah menyesali perbuatan buruk (dosa) yang telah dilakukan, meneguhkan hati untuk tidak melakukannya lagi, dan menjauhi setiap hal yang mendorong pada perbuatan itu. Allah SWT berfirman, Dan, mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedangkan mereka mengetahui” (QS.ali Imran [3]: 135).
Hal yang harus dilakukan oleh seseorang yang bertaubat yaitu meninggalkan segala perbuatan dosa, memalingkan hati dari hasrat berbuat dosa, menanggalkan sikap munafik demi keuntungan pribadi, menghindari perselisihan dan mengikuti pendapat yang benar meskipun harus rela berkorban, mengembalikan hak-hak orang lain yang telah diambilnya secara zalim, dan menuaikan semua kewajibannya baik kepada Allah maupun kepada manusia.
žwÎ 4 $tRr&ur Ü>#§q­G9$# ÞOŠÏm§9$# ÇÊÏÉÈ
Kecuali mereka yang Telah Taubat dan mengadakan perbaikan[105] dan menerangkan (kebenaran), Maka terhadap mereka Itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS.al-Baqarah [2]:160)
[105] Mengadakan perbaikan berarti melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik untuk menghilangkan akibat-akibat yang jelek dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
Hal yang dilakukan setelah itu adalah memperbaiki makanannya karena makanan dapat mempengaruhi tingkah laku. Fungis makanan seperti akal (baca:hati) yang menggerakan aktivitas raga. Jika akal seorang baik, baik pula seluruh aktivitas raganya. Makanan yang baik (halal dan berkah) akan memudahkan seseorang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang layak dilakukan oleh orang-orang yang taat kepada Allah.
Selanjutnya, hal yang dilakukan adalah menyesali apa yang telah diperbuat dan memperbaiki apa yang akan dilakukan, beristighfar dengan lisan atas dosa-dosa yang telah lalu dan menghilangkan sama sekali keinginan berbuat dosa, berketetapan hati untuk tidak kembali lagi pada perbuatan yang haram; dan menyesali perbuatan dosa yang telah dikerjakan sambil memohon ampunan kepada Allah dengan sunguh-sungguh. Jika hal itu terus menerus dilakukan, sangat mungkin Allah akan menerima taubatnya.
Yang menggerakan seorang hamba untuk bertaubat, hatinya merasa mantap dan merasa takut bahwa taubat akan terlewatkan. Dengan mengenali Allah, seorang hamba akan segera mengetahui kewajiban bertaubat, setelah ia melakukan dosa. Allah SWT berfirman,
(#þqç/qè?ur n<Î) «!$# $·èŠÏHsd tmƒr& šcqãZÏB÷sßJø9$# ÷/ä3ª=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇÌÊÈ
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS.al-Nur [24]: 31).
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqç/qè? n<Î) «!$# Zpt/öqs? %·nqÝÁ¯R
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). (QS. al-Tahrim [66]: 8).
Wahai pemuda, barangsiapa yang tidak mengenal Allah, dia tidak akan mampu mengambil pelajaran kebijaksanaan. Tidaklah kamu mendengar firman Allah, “Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, mereka itulah orang-orang yang zalim (QS.al-Hujurat [49]: 11). Maka, sesungguhnya Allah telah mewajibkan taubat kepadamu, dan Dia juga mengaitkan kamu dengan kezaliman, jika kamu tidak meninggalkannya. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba mewjibkan atas dirinya bertaubat dan menakut-nakuti dirinya dengan siksa Allah, jika meninggalkan taubat.
Kekuatan untuk bertaubat adalah hati senantiasa mengatahui bahwa ajal itu sangat dekat dan datangnya kematian adalah tiba-tiba. Hati juga harus dilatih untuk khawatir terhadap harapan ampunan dari Allah yang belum tentu dikabulkan, dan membiasakan diri untuk takut akan siksa Allah yang segera menimpanya, jika ia terus menerus mengerjakan perbuatan dosa. Hendaklah senantiasa berada dalam keadaan takut akan siksa Allah (neraka) dan mengharapkan apa yang dijanjikanNya (surga). Sebab, Allah SWT menyerukan kepada hamba-hambaNya untuk meraih janjiNya dan menjauhi ancamanNya . Allah SWT menakut-nakuti mereka dengan siksaan yang pedih, dan memotivasi mereka dengan kerinduan memperoleh surge yang dijanjikan. Inilah yang menggerakkan hati seorang hamba untuk bertaubat. Dia juga menghimbau mereka untuk selalu memperbaiki akhlaknya dan keutamaan dirinya.
Luqman Al-Hakim memberi nasihat kepada anaknya, “Wahai anakku, janganlah kamu menunda taubat karena sesungguhnya datangnya kematian adalah secara tiba-tiba.” Yang dapat menguatkan tekadmu untuk bertaubat ada tiga perkara: Pertama, mengingat dosa yang telah lalu dengan mengurangi makan dan minum[3] dan meninggalkan nafsu. Kedua, berupaya sekuat tenaga untuk melaksanakan kemauan taubat sambil terus menerus mengingat mati. Ketiga, terus berpegang pada kedua perkara di atas dan tidak melupakan keduanya sehingga memudahkanmu untuk mengingat mati, dosa dan taubat.
Tanda ketulusan dalam taubatnya, selalu bersedih atas umur yang telah dihabiskan untuk kesia-siaan dan permainan; Selalu khawatir, apakah taubatnya itu diterima atau tidak; Merasa kurang atas ibadah yang telah dipersembahkan kepada Allah sambil terus menerus dalam keadaan bersedih hati; Terus bersungguh-sungguh untuk mengerjakan amal saleh sambil merasa takut, jika taubatnya tidak diterima; Bersegeralah menuju ampunan Allah sambil merasa takut akan bujukan hawa nafsu dan kenikmatan semu perbuatan dosa sehingga bumi menjadi sempit lari dari (siksa) Allah karena semua tempat adalah milikNya.
n?tãur ÏpsW»n=¨W9$# šúïÏ%©!$# (#qàÿÏk=äz #Ó¨Lym #sŒÎ) ôMs%$|Ê ãNÍköŽn=tã ÞÚöF{$# $yJÎ/ ôMt6ãmu ôMs%$|Êur óOÎgøŠn=tæ óOßgÝ¡àÿRr& (#þqZsßur br& žw r'yfù=tB z`ÏB «!$# HwÎ) Ïmøs9Î) ¢OèO z>$s? óOÎgøŠn=tæ (#þqç/qçFuÏ9 4 ¨bÎ) ©!$# uqèd Ü>#§q­G9$# ÞOŠÏm§9$# ÇÊÊÑÈ
Dan terhadap tiga orang[665] yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi Telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun Telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka Telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima Taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS.al-Taubah [9] : 118)
[665] yaitu Ka'ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi'. mereka disalahkan Karena tidak ikut berperang.
Orang yang bertaubat harus memahami bahwa taubat adalah anugerah Allah SWT. Keinginan untuk bertaubat merupakan hidayah dan taufik Nya. Sehingga, hati akan teguh dalam melakukan amal saleh karena Allah. Anugerah yang ada dalam taubat berasal dari ruh makrifat-Nya.
Setelah sampai derajat ini, maka dia harus melakukan sesuatu yang tidak boleh ditinggalkannya, yaitu bersyukur kepada Allah atas anugerah taubat itu. Ini adalah suatu karunia –utama Allah yang dianugerahkan kepadanya.


[1] Muhammad ibn Musa adalah guru spiritual Al-Muhasibi. Nama panggilannya Abu Ja’far. Dalam literature klasik, terdapat juga nama Muhammad ibn Musa yang panggilannya Abu Bakar, tetapi dia tidak hidup semasa dengan Al-Muhasibi.
[2] Sa’id ibn Jubair adalah seorang tokoh yang menjadi perumpamaan dalam keleluasaan ilmu dan kewarakannya.
[3] Mengingat dosa dan akibatnya akan menyebabkan seseorang meninggalkan dosa itu, sedangkan sedikit makan dan minum akan melemahkan hawa nafsu dalam mengumbar syahwatnya.

Tidak ada komentar: